Nyatanya, seseorang dapat mendapat apresiasi dan berbangga hati ketika tampil dengan busana yang shopisticated – bermerek familiar ataupun tidak – yang didapat dari kegiatan `berburu` di pasar barang bekas. Pun pun dengan kehormatan hati dapat menciptakan sendiri aksesori-aksesori cute. Tak mencengangkan jadinya kala menyaksikan bahwa frase `Do It Yourself` atau biasa disingkat `DIY` menjadi unsur dari isi kamus fesyen, yang begitu hype di Indonesia sejumlah waktu lalu.
Untuk seorang filsuf, signifikansi harga dan brand dalam realita fesyen adalah sebuah wacana yang butuh dibedah. Tapi untuk pecinta fesyen – khususnya mereka dengan daya beli terbatas – tak adanya relasi mutlak antara harga dan fesyen adalah sebuah harapan. Harapan untuk dapat menemukan busana desainer berbobot | berbobot | berkualitas yang price tag-nya bertuliskan angka-angka ramah dipandang. Inilah asa yang diwujudkan oleh Itang Yunasz, perancang ternama Indonesia yang mendeklarasikan dirinya sebagai desainer busana Muslim pada tahun 2000.
Kamis, 30 April 2015, label Kamilaa dan Preview kepunyaan Itang melangsungkan peragaan busana tahunan guna ke-4 kalinya di Blok B Tanah Abang. Rentak gerak Saman dan suara rebana yang menemaninya unik pengunjung pasar tersebut ke dekat lokasi fashion show bertema Puspa Ragam Andalas dari dua label tersebut. Selesai tarian khas Aceh tersebut dipertunjukkan, mendarat giliran semua model berlangsung membawakan koleksi Kamilaa dan Preview guna Ramadhan dan Idul Fitri.
Layaknya hamparan bunga atau puspa berwarna-warni, bentang Andalas yang dikenal pun sebagai Pulau Sumatra kaya aneka produk kebiasaan tekstil. Keindahan macam-macam songket mulai dari Aceh sampai Palembang dihadirkan Itang dalam format motif print, bordir, dan ornamen 3D pada bahan-bahan satin silk, satin polyester, chiffon, dan beda sebagainya. Secara umum koleksi Itang pada 2 lini busana yang affordable tersebut menampilkan intensitas motif yang kental dengan pemakaian warna-warna yang pun bold.
Kaftan hijau motif songket dengan model kerah tinggi, atau pun blouse panjang dengan desain juntaian ruffle warna biru gelap menjadi opsi etnik anggun untuk menghadiri acara-acara di bulan Ramadhan. Karakter wanita dinamis yang trendi ala retro Parisian muncul melalui blouson tops dengan warna motif songket berpengaruh biru tua mengkilat, jumpsuit motif warna biru-coklat berbalut jaket panjang, atau tunik panjang warna deep royal blue yang mewah dengan motif songket emas.
Variasi gamis, contohnya gamis berselendang di unsur depan dengan paduan warna turquoise tua dan carnelian pada motifnya, atau kaftan merah merepresentasikan sosok perempuan elegan yang lebih classy tetapi tetap etnik. Sebagaimana koleksi Kamilaa, busana-busana lelaki dari Preview pun mendapat suntikan motif print yang powerful pada baju koko maupun celana. Demikian pula pemakaian bordir pada busana-busana itu.
Sebanyak 70 busana Kamilaa dan 50 baju Preview yang diperlihatkan menjadi suguhan acara fesyen untuk pengunjung Blok B Tanah Abang pada siang itu. Rentetan orang yang menonton peragaan busana ini menandakan suatu animo besar atas fesyen sebagaimana umumnya energi serupa didatangi pula pada gelaran-gelaran busana yang diadakan di ballroom hotel-hotel berbintang.
Ketika tampak bahwa fesyen ialah pengalaman segala lapisan masyarakat, belum tidak sedikit desainer nyatanya yang menjelajahi lapisan-lapisan itu. Itang ialah sedikit di antaranya.

“Saya mempunyai obsesi bahwa karya-karya saya jangan melulu dapat dinikmati oleh kalangan menegah ke atas. Saya hendak semua level dan lapisan dapat menikmati apa yang saya buat,” ucap desainer kelahiran tahun 1958 tersebut kepada Media di butiknya sehari sebelum fashion show diselenggarakan.
Bahwa belum tidak sedikit desainer Indonesia beda yang terjun untuk menciptakan karya-karya busana affordable laksana yang Itang kerjakan – koleksi Ragam Puspa Andalas Kamilaa dipasarkan dengan harga Rp 200 ribu sampai Rp 600 ribu dan Preview dengan harga Rp 95 ribu hingga 175 ribu – pasti tak lantas dapat disimpulkan bahwa perancang-perancang beda abai atau memandang sebelah mata segmentasi ini.
Itang sendiri, dalam wawancara, menuliskan bahwa tadinya ia menghadapi kendala dalam mengembangkan bisnis ready-to-wear nya dengan harga-harga yang membumi ini. Baik sebab tantangan-tantangan yang dihadapi ataupun fokus bertolak belakang yang dipilih, keputusan tiap desainer butuh dihormati. Poin yang dapat diambil dari apa yang telah dilaksanakan Itang ialah bahwa bukan urusan mustahil guna memasyarakatkan rancangan desainer ke seluruh kalangan.
Bukan cuma teknik seperti ini akan membina hype of fashion di semua masyarakat Indonesia, urusan itu juga sekaligus mengajar olah rasa masyarakat bakal estetika desain karya semua perancang mode. Diharapkan ujungnya ialah dunia fesyen Indonesia yang lebih membahana. (bio/ret)
Desainer Gamis Ternama Xl – Gamis Desainer Ternama Xl