Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengharuskan seluruh pegawai negeri sipil pemerintah provinsi mengenakan busana Betawi masing-masing hari Jumat.
Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Instruksi Gubernur 6/2013 tentang pemakaian pakaian dinas harian yang diputuskan pada 23 Januari 2013. Instruksi Gubernur ini adalah perubahan atas Peraturan Gubernur 209/2012 yang mewajibkan PNS menggunakan baju Betawi masing-masing Rabu.
Langkah Jokowi, panggilan akrabnya, guna melestarikan kebiasaan Betawi patut diapresiasi. Dengan demikian Jakarta bakal menjadi suatu kota metropolitan yang kental dengan kebiasaan nusantara.
Pengaruh kebiasaan Arab dan China mendominasi pakaian tradisional Betawi yang biasa dikenakan guna mengaji atau sebatas bersantai.
Perancang busana Betawi, Emma Amalia Agus Bisri, menyambut baik inisiatif Jokowi. “Untuk pelestarian budaya, kan bagus,” kata Emma saat didatangi Media di butiknya yang terletak di wilayah Panglima Polim, Jakarta Selatan.
“Mungkin di bidang ini [penerapan busana Betawi], Pak Jokowi kelihatan sukses. Langsung dapat dipakai dan terlaksana,” lanjutnya.
Pegawai Pemprov DKI Jakarta juga bersenang hati dengan ketentuan baru tersebut.
“Awalnya sih kerepotan menggunakan kebaya ke kantor. Apalagi wanita harus dengan kain sarung, jalannya agak susah,” jelas Ied Sabilla, staff publikasi yang berkantor di Balai Kota.
“Tapi tidak masalah sebab ini memberikan karakteristik pegawai Pemprov DKI,” tambahnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Emma berdalih, “Memang satu atau dua orang masih memandang ini sesuatu yang susah. Tapi lama kelamaan, orang akan menyaksikan ini sebagai upaya untuk menyukai budaya.”
“Kenapa di Solo pegawai pemerintahannya dapat memakai busana tradisional, di Jakarta tidak dapat pakai baju khas Betawi?”
Emma pun tidak mempersalahkan bila busana Betawi yang kental dengan pengaruh Arab dan agama Islam tersebut dikenakan oleh pegawai non-muslim.
“Tidak terdapat masalah. Pak Ahok [Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama] pun pakai,” tuturnya.
Hal tersebut disetujui oleh Jauhari SR, staff seksi penyiapan pelajaran Pemprov DKI Jakarta.
“Nggak masalah gunakan baju sadariah walaupun identik dengan sebuah agama tertentu,” katanya.
Ied mengatakan, walau tidak disediakan perkiraan khusus untuk kebutuhan ini, semua pegawai Pemprov DKI dengan senang hati menerbitkan uang dari saku pribadi.
“Semenjak ada ketentuan baru dan diliput oleh media, pedagang-pedagang di ITC dan pasar Tanah Abang langsung merespons. Harganya pun murah-murah,” terangnya.
Ied menuliskan ia mempunyai tiga busana Betawi yang setiap harganya selama Rp 200.000. Sedangkan Jauhari menguras antara Rp 90.000 sampai Rp 150.000 untuk suatu baju koko.
Berikut ialah penjelasan mengenai tata teknik berbusana Betawi dalam kehidupan sehari-hari.
Pakaian Pria (Sadariah):
Baju Koko
Umumnya, lelaki Betawi mengenakan kemeja putih, atau baju koko. Baju koko berlengan panjang dan tanpa kerah jamaknya digunakan pria untuk kebutuhan mengaji atau saat mengikuti pengajian di masjid. Warna putih menyerahkan kesan bersih dan rapi.
Sarung
Sarung biasanya disandarkan pada bahu semua pria Betawi. Islam mempunyai pengaruh powerful pada kebiasaan Betawi, tergolong dalam berbusana. Sarung pun dipakai di samping untuk mengemban sholat, juga dipakai sebagai senjata untuk pria saat berhadapan dengan musuh. Seperti diketahui, banyak sekali warga Betawi dapat bertarung dengan kemahiran pencak silat di atas rata-rata.
Kopiah/Peci
Pengaruh Islam sekali lagi memegang peranan urgen dalam pakaian Betawi. Kopiah yang dipakai sebagai penutup kepala, di samping untuk kebutuhan sholat, pun sering dikenakan dalam jamuan sah tingkat nasional.
Celana Batik
Celana batik seringkali berpotongan komprang, tidak mengepas di badan. Maka kadang dinamakan “celana komprang”. Dengan bahan batik yang ringan, celana komprang jadi mudah dipakai dan nyaman dipakai.
Sandal Jepit Kulit
Warga Betawi menyebutnya sandal trompah. Berdasarkan keterangan dari tradisi yang telah turun temurun, sandal jepit kulit ini hanya digunakan untuk bepergian pada acara non-formal. Sandal trompah pun nyaman dipakai untuk pergi sembahyang dan mengaji ke masjid.
Pakaian Perempuan (Kebaya Encim):
Kebaya Encim
Budaya China pun memainkan peran urgen dalam desain kebaya yang dipakai perempuan Betawi. Oleh sebab itu disebut “kebaya encim”. Tampak depan kebaya dan sisi lengannya bermotif bunga. Panjang kebaya dipaskan melulu mencapai pinggul supaya mencerminkan keindahan tubuh si pemakai. Bahannya tercipta dari sifon atau katun halus yang menyerap keringat. Warna kebaya encim lazimnya cerah supaya menggambarkan keceriaan individu masyarakat Betawi.
Sarung Batik
Meski motifnya dapat apa saja, banyak sekali perempuan Betawi memilih pucuk rebung guna sarung. Diutamakan guna tidak menggunakan batik dari Pekalongan yang bermotif tumpal atau tumpuk. Warna sarung seringkali cerah dan dipadankan dengan kebaya encim.
Kutang Nenek
Fungsi utama kutang nenek ialah sebagai pakaian dalam. Karena banyak sekali kebaya encim berwarna terang dan berbahan halus, kutang nenek diinginkan dapat dipakai sebagai kain tembus pandang untuk mengawal kesopanan.
Selop
Layaknya alas kaki, selop digunakan untuk tidak mencemari telapak kaki. Normalnya, selop yang dipakai bertumit rendah sampai-sampai si pemakai dapat gampang berjalan. Bahan selop tercipta dari kain yang enteng seperti beludru.
Selendang
Selendang tercipta dari bahan sifon polos dan warnanya dicocokkan dengan warna kebaya. Sejarahnya, selendang dipakai bila si pemakai bakal pergi mengaji ke masjid.
Konde Cepol
Rambut wanita Betawi pada lazimnya dikonde. Ukuran konde tidak terlampau besar — melulu segenggam tangan — supaya tampak indah. Letaknya kira-kira tujuh jari di atas tengkuk. Anak rambut tidak dipedulikan terurai di bawah konde dan anak rambut di dahi tidak dipedulikan tergerai untuk membuat kesan natural.
Contoh Desain Baju Gamis Batik Baru – Contoh Desain Baju Gamis Batik Baru