BANGKALAN – Siang tersebut suasana Pendopo Pratanu Pemkab Bangkalan paling panas, maklum sedang musim kemarau. Namun, panasnya keadaan terasa pudar saat melihat pelajar SMP dan SMA beserta gurunya sudah menggunakan pakaian adat Madura. Itu pertanda acara bakal segera dimulai.

Di antara mereka terdapat yang menggunakan baju pengantian. Bagi pengantin pria menggunakan jas hitam dipadu celana hitam, serta menggunakan songkok dan dikalungi bunga. Sedangkan pengantin wanita menggunakan kebaya merah dipadu dengan sarung.
Para guru yang menggunakan pakaian adat Madura pun tampak membawa sesuatu. Rupanya yang mereka bawa adalah seperangkat perangkat salat, bantal, guling dan tikar. Barang-barang itu untuk melamar calon pengantin perempuan.
“Kauleh dek kak dintok alamarrah anak sampean egebey juduh buduk kauleh, apah sampean naremah? (Saya datang kesini guna melamar putri kamu untuk dijodohkan dengan anak saya, apa kamu menerima?),” terang pendahuluan pengantin pria, Siti Maimuna.

Kemudian dibalas oleh perwakilan pengantin perempuan, “Kauleh naremah dek putra sampean ejuduh agin sareng anak buleh (Saya menerima putra kamu untuk dijodohkan dengan putri saya),” ucap Ahmad Hadari.
Selanjutnya pihak pengantin pria memberikan barang-barang bawaannya untuk keluarga pengantin perempuan. Lalu pengantin wanita dan lelaki duduk bersanding di kursi.
Prosesi pernikahan itu bukan sungguhan, melainkan melulu sebuah lomba Sra’ Pasra’an Mantan Madhura (menyerahkan manten) yang dilangsungkan para penyuka seni dan kebiasaan Madura yang terdapat di Kabupaten Bangkalan.

“Untuk membalikkan tradisi adat dan bahasa Madura, kami menyelenggarakan lomba Sra’ Pasra’an Mantan Madhura,” cerah budayawan Madura asal Bangkalan, RM Hasan Sasra.
Berdasarkan keterangan dari Hasan, pekerjaan ini dilangsungkan untuk memicu generasi penerus supaya mencintai adat istiadat dan kebiasaan Madura, serta menyukai bahasa Madura. Sehingga dalam sehari-harinya dapat berkomunikasi dengan bahasa Madura.
“Saat ini yang terjadi tidak sedikit orang memberikan maupun menerima manten, walaupun menggunakan bahasa Madura telah campur dengan bahasa Jawa dan Indonesia. Padahal, anda punya bahasa baku yang butuh dilestarikan,” paparnya.
Ia menambahkan, tidak sedikit generasi penerus yang tidak menggunakan bahasa Madura. Hal itu harus dihindari, semua generasi penerus mesti menggunakan bahasa Madura yang betul, bukan serapan dari bahasa Indonesia dan Jawa.
“Lomba ini dibuntuti para guru SMP dan SMA, tujuannya supaya dapat menularkan pada muridnya. Kami bercita-cita dengan adanya lomba ini, orang Madura sendiri tahu prosesi pernikahan yang terdapat di sini,” paparnya.
Sementara itu, Asisten Ekonomi dan Kesra Pemkab Bangkalan, Moh Gufron, menyambut positif pekerjaan tersebut. Ia mengaku, prosesi penyerahan mantan Madura memang mulai luntur ketika ini.

“Saya menyaksikan prosesi pernihakan Raffi paling bagus, sebetulnya prosesi pernikahan adat Madura pun sangat bagus, namun mulai luntur. Itu mesti diluncurkan kembali pada masyarakat. Salah satu metodenya dengan adanya lomba Sra’ Pasra’an Mantan,” paparnya.
Baju Pengantin Adat Madura – Baju Pengantin Adat Madura