
YOGYA Media – Sebuah pesta pernikahan yang dilangsungkan di area Kampung Pesindenan Kraton Yogyakarta Sabtu (25/2/2017) tampak bertolak belakang dari pesta-pesta pernikahan yang ketika ini sering ditemui. Pasangan Hendratara Ratu Anindita dan Budi Waskita melangsungkan pesta pernikahan gaya Mataram Baku menyeluruh dengan prosesi adat leluhur, bregada penjaga, sajian tradisional dan tamu undangan yang mesti mengenakan pakaian Jawa.
Pesta pernikahan ini tampaknya bakal terus teringat di sepanjang hidup pasangan muda ini. Betapa tidak, persiapan dilalui dengan langkah yang tidak gampang termasuk untuk menciptakan kajang (tenda) dari bambu, kayu dan daun kelapa yang ternyata memerlukan waktu dua bulan.

Rona bahagia bercampur haru tampak dari pasangan pengantin dan dua belah family dalam mengekor prosesi demi prosesi yang dibuka sejak pukul 08.00 WIB ini. Prajurit Lombok Abang juga terlihat di masing-masing pintu masuk tempat pernikahan yang pasti saja tak laksana pernikahan pada umumnya.
Ayah mempelai wanita, Heru Sulistyawan menuliskan sengaja menciptakan pesta pernikahan dengan gaya Mataram Baku ini guna puterinya. Setelah berembug dan semua pihak menyetujui, disusunlah konsep menyeluruh yang ketika ini barangkali sudah tidak sedikit disederhanakan oleh family Jawa lainnya.

“Kami meminta semua undangan datang mengenakan busana adat Jawa dan ternyata masih paling dihargai meskipun kami tahu akan lumayan menyita tenaga. Kami juga berjuang mendesain tempat pernikahan cocok adat dan tata teknik Mataram tergolong bregada Lombok Abang, tari Srimpi, Golek Menak dan Gatotkoco,” ungkapnya.
Untuk sajian semua tamu undangan, family ini memilih menghidangkan menu kuno Jawa laksana sego abang, sayur lodeh lombok ijo tempe, peyek kacang dan sejumlah menu yang barangkali sudah jarang anda temui di suatu acara pesta. “Kami memang hendak memilih sesuatu yang spesial, dan makanan ini pada masa dahulu paling populer dihidangkan guna menyambut tamu istimewa,” imbuhnya.

Salah satu tamu undangan, Raqiyanto mengaku lumayan sulit berpakaian menyeluruh Jawa guna menghadiri acara pernikahan tersebut. Namun, ternyata menghadiri pernikahan gaya Mataram Baku menjadi empiris tersendiri yang belum pernah ditemui.
“Biasanya bila kita kondangan gunakan jas atau batik, tapi kini diminta memakai pakaian terdapat Jawa. Pengalaman baru guna kami meskipun lumayan ribet,” ungkap penduduk Jakarta ini.

Keluarga ini berharap, masyarakat Jawa dapat terus menjaga tradisi Mataram yang mempunyai nilai kebiasaan tinggi. “Karena pernikahan melulu terjadi satu kali guna seumur hidup, maka tidak terdapat salahnya memakai prosesi tradisi dari mana anda berasal,” pungkas Heru. (Fxh)

Baju Pengantin Adat Lombok – Baju Pengantin Adat Lombok