Media JAKARTA — Dalam tradisi pernikahan adat Solo, dukuan paes alias perias pengantin mempunyai posisi yang lumayan istimewa. Tidak sembarangan orang yang dapat menjadi pemaes. Ada empiris yang mesti dilewati dan ritual yang mesti dijalani.
“Dukun paes tersebut perias manten. Perias manten di Jawa tersebut tidak serta merta seperti kini make up artist atau semacamnya. Karena mereka mesti puasa, terdapat ritual tertentu,” tegas Kepala Bidang Informasi dan Promosi Anjungan Jawa Tengah Taman MiniIndonesia Indah, Retno Palupi, untuk Media
Berpuasa untuk dukun paes bertujuan guna mendekatkan diri untuk Allah. “Harapannya, yang dipaesi dan memaesi bakal tersambung secara spiritual. Karena pada saat tersebut pengantin tentu akan tampak berbeda. Makanya sebelum tersebut dia dilulur, dimangir, mandi kembang. Itu tujuannya supaya pada ketika perhelatan besar, dalam bahasa Jawanya orang bakal manglingi. Kalau dalam bahasa Indonesianya pokoknya berubahlah gitu. Karena seringkali ada kok yang orangnya biasa-biasa saja, namun pada ketika menikah auranya laksana keluar,” ujar Retno.
Untuk masing-masing prosesi pernikahan, laksana midodareni dan ijab kabul, pengantin wanita akan dirias dengan teknik yang berbeda. Pakaian yang dipakai saat siraman melulu menggunakan basahan, yakni kemben.
“Kemben tersebut pakai kain jumputan. Warnanya tersebut ada merah, kuning, hijau. Itu terserah selera dari pengantin. Tapi coraknya jumputan,” jelas Retno.
Sedangkan guna midodareni, seringkali pengantin wanita sudah memakai kebaya. Tapi pada unsur dahi kepala telah dirias diberi blok warna hitam namun masih polos.
Setelah tersebut saat menggelar pernikahan pada lazimnya pengantin memakai kebaya dan disarankan berwarna putih. Berdasarkan keterangan dari Retno, andai tidak memakai kebaya putih, pengantin akan memakai kain kebesaran. “Baju kehormatan pernikahan jawa tersebut warnanya hitam panjang,” katanya.
Pada langkah resepsi pengantin akan memakai busana adat basahan alias dodotan. Retno menambahkan, terdapat perbedaan busana basahan Solo dan Yogyakarta. Kalau Yogyakarta ada goresan prada emas di kain. Sedangkan Solo melulu hitam saja.
Sentuhan adat yang penuh filosofi tidak melulu ada pada busana dan riasan pengantin. Namun pun pada hiasan ruangan. Pada pernikahan Kahiyang Ayu yang akan dilakukan di Gedung Graha Saba Buana, hiasan ruang bakal didesain dengangebyok Jepara dan bernuansa sepasang wayang Kamajaya dan Kamaratih.
Kamajaya dan Kamaratih ialah kisah falsafah jawa laksana Romeo dan Juliet dalam sastra Eropa. “Kalau kataorang jawa, orang sangat tampan dan cantik di semesta ya kamajaya dankamaratih. Dan dua-duanya sudah laksana perumpamaan guna pasangan yang serasi, romantis, langgeng dan mesra. Jadi guna mengammbarkan sepasang lovers ituseperti Kamajaya dan Kamaratih, ucap Retno.
Sedangkan gebyok alias seni ukir kayu khas Jawa pada umumnya dipecah menjadi dua tipe. Yaitu Jepara dan Kudus. Gebyok Jepara melulu mempunyai dua dimensi, sementara Kudus tiga dimensi. Gebyok Kudus mempunyai tampilan yang lebih rumit dan mewah. Tentunya harganya pun lebih mahal.
Terakhir guna melengkapi prosesi pernikahan, musik tradisional karawitan bakal mengiringi acara. “Karawitan tersebut ya gending, gending jawa. Gending jawa tersebut ya laksana mungkin bila di sekian banyak daerah atau bahkan di sekian banyak belahan dunia terdapat musik yang dimainkan secara khusus guna acara tertentu,” jelas Retno.
Dalam pernikahan terdapat gending kebo giro. Yaitu guna arak-arakan pernikahan. Hal tersebut telah menjadi patron untuk orang Jawa Tengah. Saat pengantin diiring mengarah ke pelaminan, lagu yang mengalun ialah gending kebo giro. Sedangkan perangkat alat dalam karawitan diantaranya ialah godang sarong, gondang kenong, gong, kendang.
“Ini memang musik tradisional guna Jawa. Bagi Jawa Tengah sama semua. Hanya saja tergantung bujet, bila yang dapat ya tentu live. Kalau tidak dapat ya gunakan rekaman,” tutup Retno.
Baju Pengantin Adat Jawa Dodotan – Baju Pengantin Adat Jawa Dodotan